Langsung ke konten utama

Panduan Mudik Jakarta - Palembang Jalan Darat Bawa Mobil

Mau ke Palembang nih ceritenye? Ade ape?
Oohh...lagi dinas ya? Urusan kantor?
Atau lagi kondangan, dapet undangan pernikahan saudara dekat?

Kalau kami, kebetulan baru aja silaturahmi sekaligus liburan. Yah,.. belated homecoming gitu dehh,...alias mudik telat. Udah lebaran ketiga baru deh beranjak ke kampung halaman, meluncur pakai mobil, jalan darat Jakarta – Palembang.

Jadinya sih enak juga. Jalanan kosong melompong sepanjang jalan. Belum ada bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) yang beropearsi. Truk dan pick up pengangkut logistik juga belum pada jalan. Lengang....Alhasil, jarak 600 km ditempuh dalam waktu hanya 18 jam saja. Kami berangkat dari rumah Pondok Kelapa jam 4:00 pagi, dan tiba di Plaju, Palembang jam 22:00. Ini tergolong cepat, sebab bilamana musim mudik, perjalanan bisa sampai 24 jam bahkan 36 jam. Wuih,..lama ya?

Iya,..sebab yang bikin lama itu antri di Pelabuhan Merak waktu mau masuk kapal Ferry. Pernah tuh, dua tahun yang lalu,..kami antri sampai 6 jam di pelataran pelabuhan menunggu giliran. Memang saat itu hari H-2 pas puncaknya arus mudik lebaran. Mana kami waktu itu bawa anak-anak bayi dan balita. Jadilah mereka kecapean. Sopir juga pada kecapean. Sebab itu kami memutuskan untuk menginap dulu saja di Bandar Lampung. Istirahat satu malam di Hotel Hanum, Lampung. Lalu, keesokan harinya baru lanjut ke Palembang.

Nah, kali ini tidak perlu menginap. Langsung saja, Palembang tembak langsung! Sengaja kami pilih berangkat subuh agar perjalanan di sekitar Lampung berlangsung siang hari. Demi keamanan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sepanjang perjalanan seperti pecah ban atau mogok. Sepanjang jalur lintas timur Sumatera sangat gelap sekali bila malam. Juga sepi, jarang penduduk. Seringkali kita mesti melewati hutan dan perkebunan karet, jati, ataupun tebu. Kebayang kan kalau malam gimana? Jadi mendingan siang hari aja deh di Sumatera nya.

Tips 1: Atur jadwal perjalanan sehingga siang di Jawa, malam di Sumatera. Lebih bagus lagi berangkat dari Jakarta jam 12 malam, jadi perjalanan sepanjang Lampung – Palembang berlangsung siang hari. 

Sekitar Jam 7 pagi kami sudah sampai Pelabuhan Merak. Tadi berhenti dua kali di dua rest area sepanjang Tol Merak untuk sholat subuh, mengisi bensin (full tank) dan mencari sarapan. Ada CFC (California Fried Chicken) yang pagi subuh sudah buka. Ayam gorengnya (paket nasi, ayam, soft drink Rp 28 ribu) lumayan untuk mengisi perut, sebab kalau di kapal tidak ada makanan yang representatif. Paling-paling cuma Pop Mie. Makanya saya ingat, dulu pas jaman mudik, Rumah Makan Simpang Raya – di Jalan raya Cilegon Merak pas setelah keluar tol – ramai diserbu orang. Beli di situ, nanti makan di kapal.

Tips 2: Bawa makanan atau belilah makanan sebelum sampai Pelabuhan Merak, sebab di kapal makanan yang enak cuma Pop Mie. 
Masuk gerbang Pelabuhan Merak – bayar Rp 275.000 untuk kendaraan pribadi – tidak pakai antri (ingat,..ini hari ketiga lebaran lho) langsung diarahkan masuk ke kapal Ferry. Loading dan boarding sekitar setengah jam, kapal pun berangkat. Tidak pakai menunggu. Isi kapal tidak penuh. Cuma terisi tidak sampai setengahnya. Semuanya mobil pribadi. Jadinya lega. Cuaca pagi hari juga cerah. Jadilah kami naik ke atas dengan ceria dan mulai foto-foto di atas dek. Latar belakangnya pulau-pulau serta lautan Selat Sunda. Angin bertiup dan bau laut. Hmmm...segar... Asyikkkk.....



Dak mobil di kapal ferry KM Prima Nusantara hanya terisi setengah pada hari ketiga lebaran

Di atas kapal juga penumpang tidak ramai. Jadinya lega. Tinggal pilih kursi mau duduk di mana. Banyak yang kosong. Kontras sekali kalau lagi puncak arus mudik. Wuih..jangan harap bisa duduk enak. Itu emperan dak kapal juga penuh sama orang bergelimpangan tidur beralas tikar atau bahkan tanpa alas. Enak banget deh kemarin itu. Serasa naik kapal pesiar pribadi....*Hahaha_Lebayy



Pulau-pulau di Selat Sunda

Kapal berlayar di Selat Sunda


Anak-anak bermain di geladak kapal

Kami memilih duduk di kabin Kelas VIP. Upgrade dari kelas ekonomi, bayarnya cuma Rp 10 ribu per orang. Fasilitasnya ruangan ber-AC, TV dan kursi jok. Jangan bayangkan seperti di pesawat terbang. Di kapal ferry kondisinya lebih sederhana. Bahkan kalau mau lebih merakyat, masuk aja ke kelas ekonomi. Paling murah bayarnya, tapi ada sajian live music nya lho....Hebat juga ya!

Suasana ruangan kelas VIP kapal ferry KM Prima Nusantara


Suasana ruangan kelas I kapal ferry KM Prima Nusantara

Setelah dua jam, kapal pun berlabuh. Langsung meluncur keluar kapal, lalu keluar pelabuhan dan di jalan raya ada persimpangan. Lurus ke Palembang via Jalur Lintas Tengah (melalui Kota Bandar Lampung) atau belok kanan via Jalur Lintas Timur melalui Bakauheni – Ketapang – Pasir Sakti – Mataram Baru – Way Jepara – Sukadana – Purbolinggo – Menggala – Tulang Bawang – Simpang Pematang, Mesuji Lampung – Mesuji Sumsel – Tugumulyo, Lempuing – Teluk Gelam – Kayu Agung – Inderalaya – Palembang.

Kami pilih yang belok kanan (jalintim) karena jalurnya lebih sepi, tidak banyak persimpangan, tidak banyak lewat pasar serta lebih pendek. Tentu jadinya perjalanan lebih singkat.

Baru belok beberapa ratus meter, kami berhenti persis di atas tanjakan di depan Menara Siger, bangunan berbentuk topi adat pengantin khas Lampung sebagai penanda titik nol Pulau Sumatera. Nah, di pinggir jalan ini kami berfoto, sebab pemandangannya indah sekali. Latar belakang lautan, pulau-pulau anak Krakatau dan kapal yang hilir mudik.


Pemandangan indah pas tanjakan di depan Menara Siger, Lampung

Selanjutnya kami melewati “kampung” Bali. Di sepanjang jalan banyak pura, tempat ibadah agama Hindu. Sepertinya memang di sini dulu banyak transmigran asal Bali. Tidak heran nama daerahnya pun sama dengan nama kota pelabuhan di Bali, yaitu Ketapang.

Lalu yang menarik lagi, setelah Way Jepara, di Lampung Tengah kami melewati perkebunan tebu. Panjang sekali. Saya mengukur, dari ujung ke ujung, perkebunan tebu tersebut baru selesai dilewati setelah lebih kurang 20 menit, dengan kecepatan 100 km/jam. Bilamana lebar perkebunan itu dari pinggir jalan diasumsikan sekitar 1000 meter, maka silakan dihitung berapa luas perkebunan tebu milik Sugar Group Companies (Gulaku) dan kawan-kawan tersebut. Hebat! Lampung memang lumbung gula nasional!

Setelah perkebunan teh ini, saatnya untuk istirahat. Beberapa kilometer, tidak jauh setelah kebun tebu, di sisi kiri jalan ada masjid besar sekali. Dari jauh sudah terlihat menaranya, dan gerbangnya berbentuk rehal / rekal (tempat dudukan baca al Quran). Ya,..ini masjid di Sukadana, Lampung Tengah yang dibangun sebagai Islamic Center terbesar di Sumatera. Selain masjid yang besar, di kompleks ini juga ada asrama haji, gedung serba guna, dan taman yang luas. Cuma memang disayangkan, sepertinya kurang terawat, terlihat dari kondisi bangunan yang sudah banyak rusak dan jalan masuk yang berlubang.

Kami parkir di situ. Istirahat meluruskan badan. Duduk dan bisa tidur-tiduran juga. Di situ ada kasur yang disediakan untuk para pemudik. Kami juga sholat, memandikan anak-anak dan makan bekal yang kami bawa: rendang lebaran. :) Banyak juga orang lain yang pada makan di sini. Pada bawa makanan sendiri sebab sepanjang jalur lintas timur ini susah sekali menemukan rumah makan yang enak dan nyaman. Beda dengan jalur tengah (lewat Kota Bandar Lampung), ada banyak restoran padang. Tinggal pilih, mau Siang Malam atau Begadang I, II dan III.
Tips 3: Berhentilah setiap 4 jam untuk istirahat. Menyetir perjalanan jauh harus ekstra hati-hati, tidak boleh lelah dan mengantuk. Berbahaya! 


Masjid di Islamic Center Sukadana, Lampung Tengah.


Asrama haji di Sukadana, Lampung Tengah

Suasana masjid di Islamic Center terbesar di Pulau Sumatera

Kalau sampai di Masjid MTQ Lampung Tengah ini, bisa dibilang kita sudah setengah perjalanan. Sampai ke Palembang sekitar 8 - 9 jam lagi dari sini. Maka..lanjut deh!

Nanti di Tulang Bawang kita ketemu lagi dengan perkampungan Bali. Banyak pura di sana. Juga nanti ketemu Sesat Agung, yaitu bangunan tradisional Lampung yang biasa dipakai sebagai balai pertemuan. Ciri khasnya berupa rumah panggung konstruksi kayu dengan hiasan payung besar berwarna putih, kuning dan merah pada bagian atap.

Nah, setelah itu ketemu Mesuji. Ada dua macam Mesuji. Satu masuk daerah Provinsi Lampung (Simpang Pematang), Mesuji satu lagi masuk Provinsi Sumatera Selatan.

Oya, sepanjang jalur lintas mudik di Sumatera, you gotta beware of the motorbike...Bukan kenapa-kenapa sih.. Cuma kalau nyetir jangan sampai kesenggol motor, sebab mereka itu kalau jalan senangnya di tengah-tengah jalur. Kalau kata orang Plembang: "ngeborong jalan". Jadi mobil susah mau menyalipnya. Terpaksa deh kalau mau menyalip mereka – yang jalannya pelan itu – mobil kami ambil jalur kanan, persisi seperti kalau mau nyalip mobil. Hati-hati mobil dari depan!

Tips 4: Banyak motor warga di sepanjang jalur lintas Sumatera. Hati-hati kalau mau menyalip!

Menjelang sore, kami sampai di Teluk Gelam, OKI. Kecamatan ini terkenal dengan wisata alam danaunya. Sewaktu PON 2004 dan Sea Games 2011 di Sumatera Selatan, Danau Teluk Gelam ini dijadikan venue untuk pertandingan olahraga dayung dan ski air. Pemandangannya indah. Tapi kali ini tujuan kami bukan ke sana, melainkan kami ke Rumah Makan Pagi Sore yang legendaris dan terkenal itu. Ingat Restoran Padang Pagi Sore di Jakarta? Nah, ini dia yang asli – asal muasalnya selain yang di Palembang.

Letaknya ada pas di belokan, di sebelah kiri kalau datang dari arah Lampung. Kalau sudah ketemu Rumah Makan Wisata Minang I, maka bersiap-siap saja. Jalan terus ke arah Palembang (Kayu Agung). Sekitar 45 menit kemudian baru ketemu RM Pagi Sore. Jadi tahan lapar dulu saja. Kalau sudah ketemu RM Wisata Minang II, nah,..itu sudah dekat…Setiap ada kelokan jalan, buka mata!

Restoran Pagi Sore Teluk Gelam bersebelahan dengan Masjid Amal Bakti Muslim Pancasila yang didirikan dan diresmikan oleh Pak Presiden Soeharto – ini di seluruh Indonesia bentuk masjidnya sama semua. Desainnya copy paste. Di jalur lintas Jawa juga banyak berdiri masjid sumbangan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila ini.

Persis pas maghrib kami tiba di RM Pagi Sore. Kami sholat lalu makan malam. Berhubung masih suasana lebaran, maka pegawai restoran belum lengkap. Maka hidangan tidak disajikan di meja masing-masing tamu, melainkan ala buffet, alias ambil sendiri. Baru nanti lapor pas sudah selesai makan sekaligus bayar. Makanannya juga baru ada tunjang, sayur kacang panjang, ayam goreng dan ikan. Masih terbatas. Sayang sekali, padahal sop dan menu lain di sini enak-enak lho. Mau pempek juga ada. Bahkan Martabak “HAR” juga ada. Ah, sudahlah..next time will be better :)

Nasi ayam goreng + terong = Rp 27.000
Nasi tunjang = Rp 22.000
Teh tawar = Rp 2.000

Rumah Makan Pagi Sore di Teluk Gelam, OKI, Sumatera Selatan


Masjid Amal Bakti Muslim Pancasila di Teluk Gelam, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan di sebelah Restoran Pagi Sore

Yang jelas kalau sudah sampai Pagi Sore ini hati sudah gembira. Sebab perjalanan tinggal sekitar 3 jam lagi sampai Palembang… Yipppiii!

Benar saja. Lanjut jam 19:00 kami terus melewati Kayu Agung, lalu Indralaya, dan kemudian masuk Kertapati…Yee… Selamat Datang di Palembang!

Jakarta Palembang total 18 jam.
Menghabiskan bensin sekitar 1,3 tangki = 68 liter. Tarif Tol Cikampek (Jatiwaringin) Rp 1.500, Tol Dalam Kota Rp 8.000, Tol Kebon Jeruk Rp 5.000, Tol Merak Rp 36.000.
Naik Kapal Ferry Rp 275.000 per mobil.
Kabin VIP di kapal Rp 10.000 per orang.

Alamat Rumah Makan Pagi Sore Teluk Gelam
Jl. Lintas Timur KM 91 Palembang-Lampung, Teluk Gelam, Kayu Agung – Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Komentar

  1. saya sangat menikmati cerita mudik yang ada di internet. Terlebih yang masih baru. Rencannya saya juga mudik di tahun ini ke padang. Tapi lewat lintas tengah tapi mungkin akan seperti yang anda lakukan yaitu mudik saat lebaran bukan sebelumnya dikarenankan cuti yang terbatas.

    BalasHapus
  2. semoga ditahun ini 2015 tetap semgat yahh
    muda mudahan kita yang menjalankan di berikan keshatan dan sampai tujuan tanpa kurang satu apapun. amiin ya rabb

    BalasHapus
  3. Waduch asyiiik yaa mudiknya, kita jadi pengen juga nih jalan darat karena kayaknya sangat berkesan sekali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat mengasikkan mudik disaat bulan puasa, seperti yang kami lakukan 3 tahun belakangan. Sensai mudik mengunakan jalur darat sangat berbeda dengan menggunakan jalur udara. Saya pikir tahun ini saya mudik saat lebaran. Tapi Alhamdulillah istri saya mendapatkan cuti dari kantornya, sehingga kita sekeluarga bisa mudik seminggu sebelum lebaran serta konvoi dengan teman lainnya.

      Hapus
  4. Asyik, kalau saya bukan ke Palembang gan, Saya sudah bebebrapa kali ke Lahat. Asyik memang.

    www.lintas-sumatera.com

    BalasHapus
  5. Waaaw mengingatkan waktu mudik tahun 2009 dan 2010 dari pekanbaru ke semarang, naik motor berdua, melalui jalur lintas timur menegangkan sekaligus menyenangkan.
    Kali ini insyaallah pertengahan bulan mau mencoba naik mobil sendiri dari semarang ke pekanbaru. Pasti seru

    BalasHapus
  6. Mau tanya om klo lewat lentas timur setelah kluar pelabuhan bakauheni ada ptunjuk arahnya gak klo mo lwt lintas timur? Kmudian slama di perjalanan lintas timur itu hanya ikutin jalan aja atau ada petunjuknya klo kearah palembang? Terima kasih om

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Lintas Timur itu maksudnya kalau dari Lampung melalui Menggala - Mesuji nanti tembusnya Kayu Agung - Palembang. Kalau Lintas Tengah berarti Lampung - Kotabumi -Baturaja - Palembang. Nah, kalau dari Pelabuhan Bakauheni ada 2 cara untuk mengambil Lintas Timur: bisa langsung ke kanan (Bakauheni - Sukadana - Menggala) atau lurus dulu masuk Kota Bandar Lampung (Bakauheni - Kalianda - Bandarlampung - Menggala). Sepanjang jalannya sebagian besar ikut jalan saja,..dan banyak kok penunjuk jalannya. Selamat jalan. Hati-hati dan semoga selamat sampai tujua.. Aamiin

      Hapus
  7. Rencana desember 2016 mau mudik ke palembang kalo diatas jam 18:00 jalur lintas timur masih aman kah ? Sepi atau rawan kah? Trimakasih

    BalasHapus

Posting Komentar

TAS PREMIUM INDONESIA

TAS PREMIUM INDONESIA
INDONESIAN PREMIUM BRAND

Postingan populer dari blog ini

Restoran All You Can Eat Pilihan Keluarga: Hanamasa atau Shabu Slim ?

Anda pernah makan di Hanamasa ? Saya rasa jawabnya ‘iya’. Benar kan? :) Restoran All You Can Eat ini memang salah satu favorit pemirsa... Kenapa begitu. Saya rasa ada beberapa alasan. Pertama, lokasinya ada di banyak tempat sehingga mudah dijangkau. Tidak perlu jalan terlalu jauh...Ada di dekat rumah atau kantor. Bukan hanya di Jabodetabek, tapi juga di berbagai kota besar seperti Badung, Surabaya, dan Bali. Alasan kedua, harganya relatif lebih murah dibanding yang lain, misalnya: Piscator (di Epicentrum Kuningan).  Memang ada juga Resto Makan Sepuasnya yang lebih murah dari Hanamasa, misalnya Hartz Chicken Buffet . Namun menu yang disajikan berbeda. Yang itu ayam yang ini sea food. Jadi memang masakan laut lebih banyak disukai orang. Nah, inilah alasan ketiga. Penikmat kuliner lebih suka sea food dibanding ayam. Apalagi, Hanamasa ini menyajikannya ala Jepang, Korea dan Thailand jadinya simpel dan enak. Memasak sendiri menjadi begitu gampang. Tinggal celup ke bumbu, bakar d...

Rumah Makan Sunda di Bandung; Antara Ma' Uneh, Sawios, dan Ibu Hj. Cijantung

Taman Flexi di Bandung tempat main sepeda...Asyik.. Libur panjang ya? Asyik banget! Wisata ke Bandung lewat  Tol Cipularang tapi tidak lupa keluar tol sebentar buat mampir makan siang di Sate Maranggi yang asli . Yang di bawah hutan jati, Purwakarta itu lho... Nah, sore-sore menjelang maghrib kami sampai deh di Bandung. Kalau sudah di tanah Parahyangan tentunya pengen mencicipi yang khas dong. Maka daripada itu terpikirlah untuk makan di rumah makan Sunda favorit keluarga kami : Ibu Hj. Cijantung (dulu namanya Hj. Ciganea) . Dari exit tol Pasteur tinggal lurus saja, naik jembatan Pasupati sampai ujungnya, bermuara di Jalan Surapati. Ketemu lampu merah depan Gasibu, tinggal lurus saja sedikit. Pelan-pelan. Ada belokan pertama ke kiri – di sebelahnya RM. Sindang Reret. Nah, masuk ke situ. Itu namanya Jalan Merak (di situ ada toko kaos legendaris “ C59 “– yang angkatan-angkatan babe gua, tahun 90-an pasti tahu banget sama baju kaos ini). Tak jauh dari situ, tengok kiri...
Custom Search