Taman Flexi di Bandung tempat main sepeda...Asyik..
Libur panjang ya? Asyik banget!
Wisata ke Bandung lewat Tol Cipularang tapi tidak lupa keluar tol sebentar buat mampir makan siang di Sate Maranggi yang asli. Yang di bawah hutan jati, Purwakarta itu lho...Nah, sore-sore menjelang maghrib kami sampai deh di Bandung. Kalau sudah di tanah Parahyangan tentunya pengen mencicipi yang khas dong. Maka daripada itu terpikirlah untuk makan di rumah makan Sunda favorit keluarga kami: Ibu Hj. Cijantung (dulu namanya Hj. Ciganea).
Dari exit tol Pasteur tinggal lurus saja, naik jembatan Pasupati sampai ujungnya, bermuara di Jalan Surapati. Ketemu lampu merah depan Gasibu, tinggal lurus saja sedikit. Pelan-pelan. Ada belokan pertama ke kiri – di sebelahnya RM. Sindang Reret. Nah, masuk ke situ. Itu namanya Jalan Merak (di situ ada toko kaos legendaris “C59 “– yang angkatan-angkatan babe gua, tahun 90-an pasti tahu banget sama baju kaos ini). Tak jauh dari situ, tengok kiri..ketemu deh dengan Restoran Sunda Ibu Hj. Cijantung - Purwakarta. Sudah terbayang empuknya ayam goreng dan lezatnya pepes jamur.
Namun ternyata sodara-sodara...rumah makannya tutup!
Ya,..Anda tidak salah dengar... Kalau malam Warung Sunda Hj. Cijantung sudah tutup. Ini sekaligus tips buat teman-teman semua,...kalau mau makan di sini datanglah hanya pas siang-siang. Makan “brunch” boleh,..makan siang boleh,.. makan sore juga boleh. Tapi tidak untuk makan malam!
Kuciwa deh kami malam itu...Langsung putar mobil balik ke Gasibu dan terpikir untuk menuju restoran favorit keluarga kami yang satu lagi: Sea Food Parit 9. Jadilah kami meluncur di Jalan Riau (R. E Martadinata) dan pas ketemu Taman Pramuka iseng belok kiri. Eh, ternyata ketemu Restoran Mak Uneh. Ada di kiri jalan persis di pojok. Gara-gara sudah pada kelaparan semua, maka tanpa pikir panjang langsung deh parkir di situ. Kan ini masakan Sunda juga. Lagipula nama “Mak Uneh” sudah terkenal dan legendaris, yang di Jalan Pajajaran. Kalau yang ini saya baru tahu. Ternyata ada juga.
Cabang yang di Taman Pramuka sini mengusung konsep restoran modern seperti Bumbu Desa, bukan konsep warung sederhana sebagaimana Hj. Ciganea. Gedung dan interior Mak Uneh dibikin bagus dan mewah. Ada foto Mak Uneh yang dibingkai cantik di salah satu dinding. Ada semacam saung juga di teras dengan kolam kecil di bawahnya. Bisa lesehan di situ, atau mau makan di meja makan – seperti kami malam itu – boleh juga. Meja dan kursinya tampilan masa kini.
Sepertinya dibikin begitu memang karena outlet ini menyasar turis-turis lokal seperti kami ini dan juga turis mancanegara (dari Malaysia dan Timur Tengah). Maka daripada itulah, harga makanannya pun relatif mahal. Contohnya: Nasi Putih Rp 6.000, Ayam Goreng Rp 16.00, Ayam Kampung Goreng Rp 18.500, Gurame Goreng per ons Rp 9.000, Anak Ikan Mas Goreng Rp 17.500, Gepuk Rp 18.000, Sop Buntut Kuah Rp 45.000, Cumi Kuah Rp 45.000, Sayur Asem Rp 12.500, Pepes jamur Rp 11.000. Oya, makan di sini sambalnya bayar ya...Ada Sambal Dadak Rp 5.000, Sambal Gandaria Rp 10.000, Sambal Ijo Rp 6.000 dan Sambal Mangga Muda Rp 10.000. Semua harga-harga tadi itu ditambah pajak 10% ya.
Ibu yang jual orangnya “rame”. Maka menu makanannya ia beri nama lucu-lucu. Ada semur parabola (semur jengkol), teroris (telor iris), paramon (paha ayam goreng montok), danamon (dada ayam montok), dan lain-lain. Dan nanti kalau pas bayar kembaliannya receh-receh,..Ibunya bilang: “Sawios lah” (bahasa Sunda, artinya “Yah, sudahlah”), alias makanannya dikorting.
Jadi inget lagi,...
Oks lah,.. ayo, besok kita ke sana!
Istri saya setuju.
Keesokan harinya, pagi-pagi kami sarapan pagi di Lontong Padang Dipati Ukur. Sekalian minum teh telor. Setelah itu muter-muter Kota Bandung menjelajahi taman-taman baru hasil karya Walikota Ridwan Kamil. Kami ke Taman Jomblo di bawah jembatan, lalu ke Taman Lansia di depan Yoghurt Cisangkuy, lalu ke Taman Fleksi yang banyak sepeda-sepedanya. Di situ foto-foto sebentar di stasiun sepeda yang desainnya fotogenik.
Masuk jam makan siang, langsung deh kami meluncur ke Jalan Aceh, tempat Warung Sawios berada. Kalau dari Jalan Dago / Ir. H. Juanda berarti lurus saja ke arah BIP (Bandung Indah Plaza). Dari situ (Jalan Merdeka) lurus terus mengitari/mengelilingi Balaikota Bandung karena ini jalan satu arah. Nah, selanjutnya belok kiri masuk ke Jalan Aceh – jalanan di sebelahnya Masjid Raya Balaikota (Masjid Al-Ukhuwwah).
Nah, persis di sebelahnya masjid, ada BMC (Bandoengsche Melk Centrale), restoran legendaris sejak jaman Belanda yang menjual susu segar serta makanan (Sop Buntut Bakar-nya enak lho…). Kami langsung menuju ke sebuah gang persis di samping BMC itu. Di sanalah letaknya Warung Samios seingat saya, sebab sudah lama sekali sejak terakhir saya ke sini. Dulu pas saya masih kuliah sering ke sini. Dan ternyata sodara-sodara…Lagi, lagi….
Warungnya TUTUP! Hah???
Iya,…Sudah pindah,..sekarang adanya di Jalan Jakarta, Antapani. Haduh,..inilah akibatnya kalau “kudet”. Makanya, rajin-rajin buka twitter..harus cupdate keless…
Weekend itu, dalam 1 x 24 jam telah 2 x kami kelaparan di depan pintu restoran…Apa boleh buat. Langsung kami kembali ke mobil dan segera meluncur ke Rumah Makan Ibu Hj. Cijantung (IHC). Kali ini tidak boleh gagal lagi. Masakan sunda yang enak dan murah harus berhasil kami dapatkan. Harus! Kamu bisa! Kamu bisa! Kamu bisa!
Parkiran di Hj. Cijantung tidak seberapa luas. Hanya muat sekitar 8 mobil. Jadinya, parkir sering meluber di jalan yang memang sudah sempit pula. Berbagi lagi dengan mobil pengunjung Restoran Padang Sari Bundo yang berada persis berhadap-hadapan di seberang. Tapi, tidak perlu kuatir. Tukang parkirnya sigap-sigap. Ikuti saja petunjuk mereka.

Bangunannya sederhan berupa rumah yang dimodifikasi menjadi restoran. Ada di belakang gedung Telkom Gasibu
Di sini kami suka sekali ayam gorengnya (Rp 15.000). Empuk karena menggunakan baby chicken yang seratnya kecil dan lembut. Karena ukurannya tadi itu, maka sekali makan biasanya tidak cukup cuma satu. Minimal dua potong ayam. Sayurnya yang enak tentulah berbagai pepes bungkus daun pisang. Ada pepes jamur (Rp 6.500), pepes tahu (Rp 4.500), dan pepes teri (Rp 4.500). Lalap leunca dan daun pokpohan senantiasa tersedia di meja. Makannya dengan sambal dadak, khasnya Hj. Cijantung. Tiada dua kelezatan sambal ini.

Menu andalan Ibu Hj. Cijantung (IHC) yaitu Ayam goreng, Ikan Mas Goreng, Pepes, Tahu, Tempe, Lalap dan tentu saja Sambal Dadak

Nah ini dia Sambal Dadak Hj. Cijantung yang terkenal enak itu...Sepertinya dibikinnya pakai daun pokpohan..benar gak sih?
Jalan Merak No 11, Indonesia 40134 (di Belakang Gedung Telkom Pusat, Gasibu)
Telpon 0222506052
Alamat Rumah Makan Ibu Haji Cijantung - IHC Purwakarta, Masakan Sunda
Jalan Kemuning 15, Bandung
Telpon 0227208304
Alamat R.M. Ibu Haji Cijantung - Purwakarta Cabang Garut
Jalan Patriot 36, Garut
Telpon 02622248262
Alamat Rumah Makan Sunda “Sawios”
Jl. Terusan Jakarta 266, Bandung 40281
Telpon: 02291148081
Alamat Rumah Makan Sunda “Ma’ Uneh” Cabang Taman Pramuka
Jl. L.L.R.E. Martadinata No. 157 (Jl. Riau), Bandung
Telpon: 0227218132 / 0227270429
Alamat Rumah Makan Sunda Ma' Uneh Cabang Setiabudi
Jalan Dr. Setiabudi No 159, Bandung
Telpon: 0222011859